Jumat, 08 April 2016

BUYA HAMKA : SANG ULAMA DALAM KENANGAN KELUARGA



            Buya Hamka dikenal sebagai seorang Ulama Besar Indonesia. Namun tidak banyak buku mengenai kehidupan pribadi ulama besar kebanggan Indonesia ini. Padahal sumbangsih beliau terhadap perkembangan Islam dan pendidikan Islam di Indonesia sangat besar. Buku HAMKA : AYAH ditulis oleh anak laki-laki Buya Hamka, buku ini banyak mengulas keseharian Buya Hamka dalam keluarga.
                Buku dibuka dengan kata pengantar yang indah dari sastrawan Taufik Ismail. Kata pengantar yang membuka wawasan siapa Buya Hamka sesungguhnya sebagai seorang ulama dengan dada yang lapang. Pribadi yang teguh pada Aqidah Islam  namun santun  dalam tindakan dan tutur kata.
Bab pertama dibuka oleh penulis dengan dua problema kehidupan yang ditanyakan kepada Buya Hamka, problema yang sampai sekarang masih ditemukan. Problem pertama, kegalauan istri menghadapi permintaan suami untuk berpoligami. Problem kedua, kegalauan seorang hamba dalam hubungan bertetangga. Jawaban yang diberikan Buya Hamka atas kedua problema diatas sungguh jawaban seorang yang sangat berhati-hati terhadap akidah Islam. Pada akhirnya, keputusan untuk menyelesaikannya berada di tangan sang empunya problema.
https://tokoalhikmah.files.wordpress.com/2015/01/ayah-kisah-buya-hamka.png
Dalam bab-bab selanjutnya ditemukan beragam cerita menarik soal kehidupan Buya Hamka. Cerita soal beliau beserta istri bahu membahu mendidik sepuluh anaknya. Sepuluh anak dengan beragam karakter, ada yang  pendiam, yang emosional, yang energik dan lainnya. Dengan selalu mengedepankan pendidikan agama, beliau memberikan contoh sebagai sarana mendidik
Sedikit yang tahu, sebelum dikenal sebagai ulama beliau adalah pejuang di daerahnya, Sumatra Barat. Bahkan Jendral AH Nasution pernah menawarkan jabatan Mayor Jendral ‘tuliter’ yang dengan halus ditolaknya.
Buya Hamka juga dikenal sebagai seorang tokoh Muhammadiyah. Padahal beliau pernah ditolak saat melamar menjadi guru di Sekolah Muhammadiyah karena tidak memiliki ijazah guru.Sebagain besar ilmu beliau didapat dari belajar secara otodidak dan berguru ke ulama-ulama besar baik di Sumatra, Jawa bahkan Mekah. Penolakan diawal tersebut justru melahirkan dendam positif bagi beliau. Semangat berjuang dan belajar yang semakin meningkat dan akhirnya membawa beliau menjadi ahli agama yang diakui di dalam dan luar negeri.
Yang menarik dibaca juga adalah peran wanita di sekeliling Buya Hamka. Penulis menceritakan dalam satu bab tersendiri peranan Ibunda penulis dalam kehidupan Buya Hamka. Seorang  wanita hebat selalu ada di belakang setiap laki-laki hebat. Ummi Rabiah yang sederhana dan serba bisa mampu menyamakan langkah dan pikiran untuk maju bersama Buya Hamka. Bahkan dititik paling rendah dalam kehidupan beliau, Ummi Rabiah tidak kehilangan jati dirinya dan terus berpegang pada keyakinan akan janji Allah swt. Saat kehidupan beranjak naik, Ummi Rabiah mampu menjadi rem Buya Hamka untuk tetap istiqomah berada di jalur dakwah.
Bab lain yang juga menarik adalah tentang perjalanan Buya Hamka beserta Ummi Rabiah dan penulis dari Baghdad ke Mekah melalui darat. Perjalanan yang harus ditempuh karena Ummi yang sakit dilarang untuk naik pesawat dalam waktu dekat. Beragam peristiwa yang terjadi selama perjalanan darat mulai dari badai pasir, banjir di pegunungan granit hingga supir yang mengantuk dapat dilalui dengan takwa dan yakin pada Allah swt adalah Maha Memelihara dan Menjaga hambaNya.
Buku ini menuliskan juga sisi lain Buya Hamka yang terkenal keras dan tegas dalam menegakkan akidah Islam namun santun dalam sikap dan lisan. Karena menurut beliau, tegas dalam aqidah Islam itu berarti juga akhlak yang baik kepada sesama. Beberapa Terdapat bagian yang juga memaparkan interaksi Buya Hamka dengan beberapa tokoh nasional. Walaupun berbeda secara paham, ideologi maupun sikap politik, toleransi sesama  dan permintaan maaf  secara langsung maupun tidak langsung diungkapkan secara ksatria para tokoh nasional tersebut. Dan dengan penuh kelapangan dada, Buya Hamka memaafkan tanpa pernah menuntut balas ataupun dendam. Keimanan terhadap Allah swt telah menjadikan beliau memaafkan peristiwa, hinaan maupun musibah yang menimpa beliau di masa lalu.
Di akhir buku terdapat beberapa silsilah keluarga Buya Hamka. Saat membaca silsilah keluarga inti maupun anak cucu beliau, terbersit pertanyaan, adakah nasihat di bab pertama buku ini ditujukan untuk keluarga dekat beliau? Jawabannya ada dalam buku yang mengungkap kenangan seorang anak terhadap Ayahnya ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar